Sejarah, babad, hikayat, riwayat,
atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul
(keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.[1]
Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari
peristiwa penting masa lalu manusia.[2]
Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang
sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang
yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian
dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering
dikategorikan ke dalam ilmu
sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara
kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan
dengan kemanusiaan di masa lalu. Ilmu sejarah dapat
dibagi menjadi kronologi, historiografi,
genealogi,
paleografi,
dan kliometrik.
Etimologi
Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab
(شجرة: šajaratun) yang artinya pohon. Dalam
bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ
). Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang
lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih
dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau
orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang
berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut
adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.
Klasifikasi
Karena lingkup sejarah sangat besar, perlu klasifikasi yang baik
untuk memudahkan penelitian. Bila beberapa penulis seperti H.G. Wells,
Will Durant,
dan Ariel Durant
menulis sejarah dalam lingkup umum, kebanyakan sejarawan memiliki
keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah informasi dalam sejarah, antara lain:
- Berdasarkan kurun waktu (kronologis).
- Berdasarkan wilayah (geografis).
- Berdasarkan negara (nasional).
- Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis).
- Berdasarkan topik atau pokok bahasan (topikal).
Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana cara
penulisannya seperti melihat batasan-batasan temporal dan spasial tema
itu sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin
akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi.
Inilah sebabnya Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai Bapak
Sosiologi mengejek sejarah sebagai "penata batu-bata" dari fakta-fakta
sosiologis.
Banyak orang yang mengkritik ilmu sejarah. Para pengkritik tersebut
melihat sejarah sebagai sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi
faktor-faktor keilmuan, terutama faktor "dapat dilihat atau dicoba
kembali", artinya sejarah hanya dipandang sebagai pengetahuan
belaka, bukan sebagai ilmu. Sebenarnya, pendapat ini kurang bisa diterima
akal sehat karena sejarah mustahil dapat diulang walau bagaimana pun
caranya karena sejarah hanya terjadi sekali untuk selama-lamanya. Walau
mendapat tantangan sedemikian itu, ilmu sejarah terus berkembang dan
menunjukkan keeksisannya dalam tataran ilmu.
Catatan sejarah
Ahli sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai
sumber, seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda
bersejarah lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang
sering disebut sebagai "sejarah penceritaan", atau oral history
dalam bahasa Inggris). Untuk sejarah modern, sumber-sumber utama
informasi sejarah adalah: foto, gambar bergerak (misalnya: film layar
lebar), audio, dan rekaman video. Tidak semua sumber-sumber ini dapat
digunakan untuk penelitian sejarah, karena tergantung pada periodeyang
hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah juga bergantung pada
historiografi, atau cara pandang sejarah, yang
berbeda satu dengan yang lainnya.
Ada banyak alasan mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan
sejarah, termasuk: alasan administratif (misalnya: keperluan sensus,
catatan pajak,
dan catatan perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian atau
kritik pada pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting),
alasan keagamaan, kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade),
catatan keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya
surat-menyurat), dan hiburan.
Namun dalam penulisan sejarah, sumber-sumber tersebut perlu
dipilah-pilah. Metode ini disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber
dibagi menjadi dua macam, yaitu ekstern dan intern. Kritik ekstern
adalah kritik yang pertama kali harus dilakukan oleh sejarawan saat dia
menulis karyanya, terutama jika sumber sejarah tersebut berupa benda.
Yakni dengan melihat validisasi
bentuk fisik karya tersebut, mulai dari bentuk, warna dan apa saja yang
dapat dilihat secara fisik. Sedang kritik intern adalah kritik yang
dilihat dari isi sumber tersebut, apakah dapat dipertanggungjawabkan
atau tidak.
Wawancara juga dipakai sebagai sumber sejarah. Namun perlu pula
sejarawan bertindak kritis baik dalam pemilahan narasumber
sampai dengan translasi ke bentuk digital atau tulisan.
Sejarah dan prasejarah
Dulu, penelitian tentang sejarah terbatas pada penelitian atas
catatan tertulis atau sejarah yang diceritakan. Akan tetapi, seiring
dengan peningkatan jumlah akademik profesional
serta pembentukan cabang ilmu pengetahuan yang baru sekitar abad ke-19
dan 20, terdapat pula informasi sejarah baru. Arkeologi,
antropologi,
dan cabang-cabang ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi yang
baru, serta menawarkan teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak
ahli sejarah yang bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini
termasuk dalam ilmu sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak
semata-mata atas catatan tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu nirleka, dikemukakan. Istilah "prasejarah"
digunakan untuk mengelompokkan cabang ilmu pengetahuan yang meneliti
periode sebelum ditemukannya catatan sejarah tertulis.
Pada abad ke-20, pemisahan antara sejarah dan prasejarah mempersulit
penelitian. Ahli sejarah waktu itu mencoba meneliti lebih dar sekadar
narasi sejarah politik yang biasa mereka gunakan. Mereka mencoba
meneliti menggunakan pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah
ekonomi, sosial, dan budaya. Semuanya membutuhkan bermacam-macam sumber.
Di samping itu, ahli prasejarah seperti Vere
Gordon Childe menggunakan arkeologi untuk menjelaskan banyak
kejadian-kejadian penting di tempat-tempat yang biasanya termasuk dalam
lingkup sejarah (dan bukan prasejarah murni). Pemisahan seperti ini juga
dikritik karena mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang
ditemukan di Afrika Sub-Sahara dan di Amerika
sebelum kedatangan Columbus.
Akhirnya, secara perlahan-lahan selama beberapa dekade belakangan
ini, pemisahan antara sejarah dan prasejarah sebagian besar telah
dihilangkan.
Sekarang, tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah dimulai. Secara
umum sejarah diketahui sebagai ilmu yang mempelajari apa saja yang
diketahui tentang masa lalu umat manusia (walau sudah hampir tidak ada
pemisahan antara sejarah dan prasejarah, ada bidang ilmu pengetahuan
baru yang dikenal dengan Sejarah
Besar). Kini sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan untuk
mengetahui tentang sesuatu yang terjadi di masa lampau (misalnya:
sejarah penceritaan, linguistik, genetika,
dan lain-lain), diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli
sejarah.
Historiografi
Historiografi adalah adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi
sejarah berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat.
Walau tentunya terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki
dalam semua penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling
besar di antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat
dipelajari dari sudut pandang ideologis,
misalnya: historiografi Marxisme.
Ada pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah)
yang dikenal dengan sebutan "sejarah virtual" atau "sejarah
kontra-faktual" (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan -- atau kontra --
dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara
ini untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada
apabila suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya
berlangsung. Hal ini mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
Metode kajian sejarah
Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian
sejarah antara lain: Leopold
von Ranke, Lewis
Bernstein Namier, Geoffrey
Rudolf Elton, G. M.
Trevelyan, dan A. J. P.
Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi
sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan
narasi kronologis yang lebih realistik.
Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah
kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan
informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman
gerakan hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan
kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan ekonomi
dalam kajian sejarahnya.
Dalam beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme
dengan keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan
kajian sejarah. Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah
interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj:
Pembelaan akan Sejarah), Richard
J. Evans, seorang profesor bidang sejarah modern dari Univeritas
Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk
masyarakat.
Belajar dari sejarah
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya
itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama
mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem
perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal
penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah,
kita dapat mempelajari apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan
kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat
mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari
filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang
bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan
pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf
dari Spanyol, George
Santayana. Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya,
dikutuk untuk mengulanginya."
Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel
mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan
oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah
belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat
darinya." Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: "Satu-satunya hal yang kita
pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar
darinya."
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang
berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan baik padaku, karena aku
akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk
pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai
filsafat sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh sang pemenang."
Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih
berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk
meninggalkan jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai
dengan apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah
besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau,
walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang
yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri
sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak
pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal
ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian
sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi.
Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa
lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian di masa
sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak
sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil
dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat
dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat
menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana
alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian
bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.
|